“Aku selalu mendesak Jema’at-ku untuk mempersembahkan jiwa dan harta kekayaan mereka bagi pengkhidmatan Jama’at, dan demikian juga yang Ha-dhrat Masih Mau’uda.s.lakukan, tapi pa-tokannya telah terus berubah seiring waktu. Ketika orang-orang pada awal-nya mendengarkan seruan ini, mereka tampil ke depan dan mengatakan, ‘Jiwa kami dan harta kekayaan kami ada da-lam perintah tuan.’ Hadhrat Masih Mau’uda.s. mendengar tanggapan mereka dan bersabda, ‘Jagalah shalat kalian, jagalah puasa kalian, sebarkan ajaran-ajaran Islam dan Ahmadiyah, dan juga berikan sesuatu dari milik kalian untuk mengkhidmati agama, walaupun itu hanya satu Dhela (satu Dhela adalah jumlah uang senilai 1/132 Rupee).’ Orang-orang heran akan hal ini tampak-nya pengorbanan kecil sebab mereka telah diseru untuk mempersembahkan jiwa dan harta kekayaan mereka. Sesudah beberapa waktu, mereka mendengar lagi seruan bahwa waktunya telah tiba bagi mereka untuk mengor-bankan jiwa dan harta kekayaan mereka, dan lagi mereka menghadirkan diri mereka dengan jiwa dan harta kekayaan
Pada waktu ini mereka diberi tahu untuk mengorbankan satu paisa (satu paisa adalah jumlah uang senilai 1/100 Rupee) untuk Candah. Waktu berlanjut, dan sekali lagi mereka mendengar seruan dari Markaz untuk mengorbankan jiwa dan harta kekayaan mereka untuk agama. Sekali lagi mereka datang dan waktu ini mereka diberi tahu untuk mengor-bankan dua paisa alih-alih satu paisa. Hal-hal itu berlanjut dengan cara ini, hingga seruan yang berawal dari satu Dhela mencapai berpaisa-paisa. Mereka diberi tahu untuk mem-berikan dua paisa dan kemudian tiga paisa dan kemudian empat. Sekali lagi, ketika waktunya tiba, mereka diberi tahu untuk membuat Wasiyat senilai sepersepuluh dari penghasilan dan harta kekayaan mereka. Kemudi-an mereka diberi tahu bahwa ini tidak cukup dan bahwa mereka hendaknya berupaya memberikan sepersembilan dan orang-orang yang Allah telah berikan sarana-sarana seharusnya bahkan memberikan lebih banyak lagi.
Orang-orang yang Allah telah berkati dengan pemikiran dan pemahaman akal mengetahui bahwa pada setiap langkah kita sedang ditarik lebih dekat pada tujuan akhir yang tanpa itu kaum-kaum tidak dapat bertahan hidup. Sebagian orang terbawa untuk berpikir bahwa kata-kata seperti pengorbanan dan persembahan yang digunakan berulang-ulang tidak memaknai sesuatu. Mereka membayangkan pengorbanan berarti memberikan paling banyak satu anna atau satu setengah anna. Sejauh hu-bungannya dengan pengorbanan waktu, mereka membayangkan bahwa dari dua puluh empat jam itu cukup dengan mengorbankan satu atau dua jam. Mere-ka sepenuhnya melupakan kenyataan bahwa satu hari mereka sebenarnya dapat tampil ke depan untuk mengor-bankan jiwa dan harta kekayaan mereka … Itu sangat mungkin bahwa pada sua-tu hari … dapat datang seruan kebe-naran dari wakil Allah yang meminta penampakan sejati seruan yang dibuat lima puluh atau enam puluh tahun lam-pau. Pada waktu itu, sebagian dari kalian, disebabkan tabir ketidak pedu-lian yang telah menutupi kalian dengan berlalunya waktu, mungkin berpikir bahwa pengorbanan harta kekayaan hanya berarti memberikan satu rupee, dan pengorbanan jiwa berarti mem-berikan satu jam atau seminggu atau sebulan, tapi ini tidak akan demikian.
Itu tidak akan merupakan waktu un-tuk berkorban sejam atau dua jam, bahkan itu akan merupakan bentuk pengorbanan seluruh kehidupan seseorang … Sama halnya, itu tidak akan cukup untuk mengorbankan satu anna atau dua anna, itu akan menjadi perihal berpisahnya seseorang dengan seluruh harta kekayaannya dalam seketika.” (Pidato Majelis Musya-warah, 21 April 1946, Al-Fadhl Rab-wah, 10 April 1962)
PENINGKATAN PERMINTAAN PENGORBANAN HARTA (KEUANGAN) SESUDAH HA-DHRAT MASIH MAU’UD a.s.
“Sebagian orang mengajukan keberatan bahwa Hadhrat Masih Mau’uda.s. bersabda bahwa siapapun yang memberikan walaupun satu pai-sa setiap tiga bulan adalah seorang Ahmadi, mengapa kini bahwa satu anna (satu anna adalah jumlah uang senilai 1/16 Rupee) dari satu rupee dituntut sebagai Candah setiap bulan? Orang-orang seperti itu tidak menya-dari bahwa Kitab Suci Al-Quran telah mengatakan bahwa Jama’at Al-Masih akan laksana tunas pada awalnya dan kemudian itu akan tetap berkembang.
dan akan maju dalam pengorbanan dan akan tumbuh lebih kuat. Itu salah untuk membayangkan bahwa Jama’at akan lebih besar pada awalnya dan kemudian menjadi lebih kecil, sebaliknya kitab itu mengatakan bahwa Jama’at itu akan lemah dan akan tumbuh lebih kuat, yang bermakna bahwa keyakinannya akan tumbuh lebih kuat.
Jika seseorang khawatir bahwa jumlah ini tak menghargai keimanan orang-orang pada masa Hadhrat Masih Mau’uda.s., dia seharusnya mengetahui bahwa boleh jadi orang-orang yang da-tang belakangan ini tidak mempunyai keimanan seperti yang mereka (para sahabat) miliki. Hadhrat Masih Mau’u-da.s. bersabda: ‘Betapa baiknya jika se-tiap orang dari umat ini adalah seperti Nuruddin.’ Yaitu mungkin bahwa orang-orang yang punya keikhlasan seperti itu mungkin tidak datang di masa de-pan, tapi pribadi-pribadi mulia ini, yang berkhidmat sebagai tonggak-tonggak Jama’at, ada tapi sedikit dan mungkin bahwa zaman tidak melahirkan yang seperti punya mereka. Tapi secara kese-luruhan keyakinan dan pengorbanan Jama’at meningkat.
Benar, orang-orang munafik juga meningkat, dan mereka ada bahkan pada zaman Hadhrat Masih Mau’uda.s., dan bahkan beliau menye-but tentang mereka, tapi mereka tidak menonjol pada masa itu sebab tingkat pengorbanan demikian kecil sehingga pengorbanan yang dilakukan oleh seorang yang tulus ikhlas juga dapat dilakukan oleh seorang munafik. Kini waktu itu telah tiba untuk membuat pengorbanan-pengorbanan lebih be-sar, orang-orang munafik telah mulai jatuh dan orang-orang yang ikhlas sedang maju dalam pengorbanan-pengorbanan mereka. Perbedaan yang kita lihat hari ini adalah bukan karena tak ada orang munafik sebelum ini dan sekarang ada, namun itu karena waktu itu tak ada pembedaan sema-cam ini antara orang munafik dan orang beriman seperti yang ada sekarang.” (Laporan Majelis Musy-warah, 1936)
Dikutip dari: Buku “An Introduction to Financial Sacrifice” hal. 21-24.
[ SA-07]





