بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِِ

Mana ada khalifah haqiqi menebar maut

Ditulis oleh :

Hanya manusia dan bukan ma-khluk lainnya yang mendapatkan dua alam kehidupan. Dua alam dimaksud, pertama adalah alam ruh, merupakan periode kehidupan abadi yang akan kita tempuh setelah kehidupan jasmani di dunia. Sementara alam jasmani yang kita jalani di dunia ini sejatinya merupakan batu loncatan dan bersifat sementara, yang mana waktunya sangat singkat, na-mun justru menjadi penentu jenis alam ruhani seperti apa yang akan kita jalani kelak.

Ketika menjalani kehidupan jasma-ni, kita selalu mencari satu, dua atau banyak orang lain sebagai mentor, guru, pemimpin atau teman hidup. Alasannya tentu saja karena manusia adalah mahluk sosial, yang tak mungkin hidup mandiri tanpa berinteraksi dengan sesama. Pemimpin menjadi termasuk kebutuhan utama bagi seorang manusia, karena sosok inilah yang memperkuat pondasi dan kualitas hidup sebuah masyarakat. Dalam ajaran Islam bahkan ada tuntunan kira-kira berbunyi, tunjuklah seorang pemimpin diantaramu ketika melakukan kegiatan bersama.

Untuk perjalanan singkat saja manusia membutuhkan seorang pe-mimpin, maka seharusnya kita lebih banyak bergantung kepada seorang pemimpin ruhani, ketika kita meng-inginkan kehidupan yang ideal. Dalam hal ini kepemimpinan ruhani dibutuh-kan secara paralel di samping kepe-mimpinan jasmani atau dunia. Di era modern, ketika kehidupan dunia demikian komplek, mutlak dibutuhkan orang yang berkapasitas mumpuni un-tuk mengurusi urusan dunia. Namun tidak berarti manusia semata-mata me-ngurusi dunia, karena untuk mencapai kehidupan ruhani ideal lah tujuan kita hidup di alam jasmani.
Sangat disesalkan jika manusia kerap terjebak dengan sisi kehidupan dua alam ini tanpa memikirkan keseim-bangannya, seakan-akan kepemimpinan ruhani dijalani sesederhana manusia menganggapnya, bahkan banyak orang menganggap tak ada korelasi antara dunia dengan alam ruhani. Faktanya, kehidupan ruhani penuh dengan ide-alisasi spiritual bersumber pada agama seseorang, yang di dalamnya ada aspek keikutsertaan kehendak Allah SWT. Tuhan yang Maha Kuasa bahkan secara khas menjadikan manusia sebagai rep-resentasi Tuhan di dunia ini.

Muhammad SAW memberi pe-doman kepada umatnya, Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT akan selalu menghadirkan pemimpin di antara umat Muhammad saw pada setiap abad. Sejalan dengan pesan tersebut, Al Qur’an mengamanatkan kehadiran utusan-Nya kepada setiap suku bang-sa di dunia ini. Maka sangat logis jika manusia wajib menetapkan seseorang sebagai pemimpin ruhani bagi mere-ka, demi tercapainya tujuan hidup mereka, yakni alam ruhani yang ideal.
Sebagaimana hierarki kepe-mimpinan alam jasmani, pemimpin ruhani pun memiliki hierarki yang kurang lebih sama, dan pada tingkat tertinggi ada satu sosok yang me-miliki legitimasi tunggal dan sesuai sunatullah, ketika seseorang itu telah dipilih, dia akan mengikuti petunjuk Allah SWT sesuai Al-Qur’an tadi, yakni pemimpin bagi seluruh umat manusia.
Faktanya, keserakahan manusia selalu mengedepankan egoisme kesukuan, kebangsaan, ras, asal-usul dan banyak lagi hal sepele yang justru dianggap utama. Mereka lupa bahwa di mata Tuhan, seseorang hanya akan dinilai berdasarkan kualitas amal dan bukan segepok status duniawi itu.

Dan karena hal sepele itulah manusia tak pernah beranjak dari peningkatan kualitas keruhanian mereka.
Ada hal mendasar yang selalu lu-put diperhatikan, dalam idealisme kepemimpinan ruhani, aspek “sami’na wa atho’na” (kami mendengar seruan dan mentaatinya) adalah yang paling mendasar dan mutlak bagi sebuah komunitas, yang di dalamnya telah ditentukan pemimpinnya. Tanpa mengi-kuti aspek itu, jenis kepemimpinan apa-pun sulit untuk terwujud dan mendapat-kan kemaslahatan.
Berangkat dari pemikiran itu, ja-ngan heran kalau setiap muncul seorang pemimpin, baik jasmani maupun ruhani, selalu dibarengi dengan para penentang, terlepas mereka dipilih secara demokratis atau cara lain, penen-tang akan selalu hadir sebagai perwu-judan sunatullah. Lihat saja dalam se-jarah para utusan Tuhan, para penen-tang itu seperti sebuah pembuktian, bahwa kehadiran pemimpin tidak pernah diakui keberadaannya, jika tak ada penentang yang menyertainya.
Sama halnya dengan kepemim-pinan dunia, kepemimpinan ruhani pun tak luput dari oposan yang pada akhir-nya akan diakui sebagai batu ujian bagi seorang pemimpin yang mumpuni.

Dalam hal ini, mari kita cermati kepemimpinan ruhani pada tingkat dunia saat ini.
Hadir dari komunitas Katholik misalnya, Sri Paus adalah representasi kepemimpinan ruhani dari kalangan-nya, demikian juga dari agama-agama lain, meskipun hanya diakui oleh ka-langan yang lebih sempit. Lalu dari kalangan penganut agama Islam, se-jauh ini masih terjadi perdebatan sengit tentang siapa sosok yang di-anggap pemimpin di tingkat dunia.
Ketika kelompok satu menetap-kan pemimpinnya, otomatis akan mendapatkan penentangan dari semua kelompok di luar komunitas. Salah satu contohnya adalah keberadaan Khalifah. Kehadiran Khalifah yang diakui kelompok ISIS misalnya, ditentang sedemikan rupa sehingga nyawanya pun selalu dipertaruhkan. Ironisnya mereka mendakwakan diri sebagai kelompok khilafah, namun dengan gaya yang sangat di luar na-lar, karena perjuangannya mengguna-kan kekuatan senjata.
Sadar ataupun tidak, ada ke-lompok Islam yang menisbatkan diri sebagai mengikuti sunatullah dalam hal kepemimpinan ruhani, namun tetap tak lepas dari para penen-tangnya,

yang bahkan mereka seperti menghada-pi musuh bersama, karena hadir di se-tiap sudut dunia. Sementara kelompok yang satu ini tetap saja berjalan melakukan misinya mengembangkan Islam secara silent.
Kelompok dimaksud adalah Mus-lim Ahmadiyah, yang pimpinannya saat ini berkedudukan di Islamabad London, dan dinisbatkan sebagai Khilafah Islam. Faktanya banyak penguasa politik dunia yang mengakui keberadaan Khilafah yang satu ini, karena sangat jauh ber-beda dengan pemimpin Islam lain, yak-ni selalu menunjukkan kehalusan budi, open minded, menyambut setiap uluran tangan, dan memiliki pengikut tersebar di seantero dunia.
Kalau bukan seorang pemimpin yang layak diakui, Khalifah Muslim yang satu ini mana mungkin akan tangguh menjalankan misinya, bahkan untuk program yang memerlukan pen-danaan luar biasa, yang negara-negara kaya mana pun tak sanggup me-nanggungnya. Lihatlah stasiun televisi tanpa iklan dan tayang 24 jam selama 7 hari per minggu. Satu saat, da’i kon-dang tingkat internasional, Zakir Naik mengupasnya dengan cara khas. Ke-lompok ini terus bergerak di tengah per-lawanan dari para penentangnya yang bahkan menghalalkan darah mereka, termasuk di Indonesia.

Khalifah mana yang setiap langkah dan ucapannya selalu menga-lirkan rasa cinta kasih kepada sesama, dan memobilisasi gerakan kemanu-siaan bagi pengikutnya di seluruh penjuru dunia?
Khalifah mana yang hampir se-luruh pemuka agama Islam sepakat mengucilkannya, namun tetap berdiri lebih dari satu abad? Tentu saja jika bukan karena kehendak Allah SWT, dia akan runtuh secara cepat. Se-baliknya, mereka yang dengan segala cara menghambat gerakannya, Tuhan memagarinya dengan caraNya sendiri.
Pemimpin ruhani seperti inilah yang seharusnya ditunggu umat manusia, Islam khususnya, namun sangat disesali, karena hasutan yang demikian deras, sehingga hanya seba-gian saja yang karena fitratnya menyatakan, inilah jalan yang kami tunggu-tunggu sejak leluhur kami mewasiyatkannya. [SA-04]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Artikel lain